Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hukum-hukum hadast dalam islam


 TENTANG HUKUM

BAGI YANG BERHADAS
Hadas ialah suatu yang mewajibkan wudhu
atau mandi.
Yang mewajibkan wudhu namanya hadas
kecil. Sedang yang mewajibkan mandi disebut
hadas besar.

A. Haram Bagi Hadas Kecil
Hal-hal yang diharamkan bagi hadas kecil
(tidak punya wudhu) adalah :
1. Shalat.
Sama dengan shalat ialah sujud tilawah[32]
dan sujud syukur.[33]
Juga haram dilakukan saat berhadas.
2. Menyentuh mushhaf. Mushhaf ialah
sesuatu yang bertuliskan ayat al-Qur'an untuk dibaca.
Mazhab Maliki memperbolehkan orang
haid ataupun nifas menyentuh / membawa
al-Qur'an bila bertujuan belajar atau
mengajar.[34]
3. Membawa mushhaf.
Boleh membawa mushhaf yang disertai
benda lain (termasuk juga mushhaf yang di-
jadikan satu dengan kitab-kitab yang lain
dalam satu jilid) dengan niat tidak hanya
membawa mushhaf. Boleh juga membawa
tafsir al-Qur’an yang lebih banyak tafsirnya
dari pada al-Qur’annya.
4. Thawaf di Baitullah.

B. Haram Bagi Hadat Besar
Hal-hal yang diharamkan bagi hadas besar
adalah:
1. Semua yang diharamkan bagi hadas kecil.
2. Membaca al-Qur’an dengan niat membaca
al-Qur’an. Boleh membaca al-Qur’an (se-
luruhnya) dengan niat dzikir menurut pen-
dapat yang kuat dari kalangan Syafi’iyah.[35]
3. Berdiam di masjid, meskipun hanya seben-
tar. Masuk dan keluar masjid dari satu pintu
sama dengan diam. Demikian juga ber-
putar-putar di masjid.

C. Haram Bagi Haid
Hal-hal yang diharamkan bagi haid adalah:
1. Semua yang diharamkan bagi hadas besar.
2. Berpuasa.
3. Masuk atau berjalan di masjid, bila khawatir
darahnya menetes.
4. Bersesuci dari hadas. Baik hadas besar,
maupun hadas kecil. Karena dianggap
main-main dengan melakukan ibadah yang
sia-sia.[36]
5. Jimak (bersetubuh).
6. Ditalak atau diceraikan. Ini haram bagi
suami. Karena mengakibatkan panjangnya
masa iddah.
Mentalak atau menjimak istri dalam keadaan
haid termasuk dosa besar. Orang yang
menghalalkan bersetubuh pada saat mana
disepakati ulama (empat madzhab) sebagai
darah haid hukumnya murtad.[37]

Semua hal ini tetap haram (walaupun
darahnya sudah bersih) jika belum bersesuci
(mandi / tayamum). Kecuali:
1. Puasa. Misalnya jika darahnya bersih (suci)
tengah malam. Dan tidak mandi hingga
subuh. Jika sebelum terbit fajar ia niat
puasa, maka puasanya sah.
2. Talak. Penyebab panjangnya masa iddah
sudah tidak ada.
3. Lewat di masjid. Karena tidak adanya kek-
hawatiran darahnya mengotori masjid.
4. Bersuci dari hadas.
5. Jima menurut sebagian ulama.[38]
Menurut Imam Ghazali, jimak dalam keadaan
belum suci mengakibatkan penyakit kusta.

D. Sunah
Wanita yang telah bersih dari haid, setelah
bersesucisunnah mu’akkadah (sangat sunnah) memberi wewangian pada kemaluannya bagian luar.[39]

Kecuali sedang berpuasa atau ihram. Sebab
orang yang berpuasa itu makruh memakai
wewangian. Sedang orang ihram haram
memakai wewangian.

Banyak wanita bertanya, “Bagaimana
hukumnya pada saat haid bersisir sehingga
rambutnya rontok?”
Penjelasannya sbb.:
Imam Ghazali menganjurkan kepada mereka
yang sedang berhadas besar (junub, haid, nifas dsb.) untuk tidak memotong bagian dari
tubuhnya (kuku, rambut, dsb) sampai dia
mensucikan diri. Karena segala anggota tubuh yang terlepas tersebut kelak pada hari kiamat akan kembali dalam keadaan berhadas (kotor).
Akan tetapi hal ini masih dipertanyakan oleh
sebagian ulama, mengingat anggota tubuh
yang kembali lagi kelak di hari kiamat itu
adalah anggota tubuh yang ada ketika ia
meninggal. Jadi bukan anggota tubuh yang
terlepas di kala hidupnya.[40]

Konsekwensi hukum dari pendapat Imam
Ghazali di atas itu, adalah sunnah. Di samping
dalilnya yang masih dipertanyakan. Lain dari
itu masalah ini juga berkaitan erat dengan
upaya menggembirakan suami.
Sebagaimana kita maklum bahwa meng
gembirakan suami hukumnya wajib dengan
dalil yang sangat jelas. Pertanyaannya adalah,
“Apakah suami akan gembira bila melihat
istrinya awut-awutan tidak bersisir?” tentu
jawabnya tidak gembira. Oleh karena itu
bersisir hukumnya wajib.
Imam Syabramallisi menyatakan bahwa
anjuran Imam Ghazali untuk tidak memotong
rambut dan kuku di kala haid ini menunjukan
bahwa kuku atau rambut yang terpotong di
kala haid tidak bisa suci dengan dibasuh
(dimandikan) setelahnya. Artinya
memandikan rambut tersebut merupakan
pekerjaan yang sia-sia.[41]

Perlu diperhatikan, bahwa rambut atau kuku
wanita walau sudah terlepas dari tubuhnya
adalah aurat. Oleh karena itu rambut atau
kuku yang terpotong wajib dipendam atau
dibuang ke tempat yang tersebunyi agar tidak
terlihat lelaki lain.

Post a Comment for "Hukum-hukum hadast dalam islam"