Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perbedaan antara haid dan nifas

 Perbedaan Hukum antara Haid dengan n


ifas

Semua hukum yang berlaku pada haid, juga
berlaku pada nifas. Kecuali dalam 4 hal:
1. Balig. Nifas bukan tanda balig. Karena balig
bisa diketahui dengan kehamilan yang
terjadi sebelumnya.
2. Iddah. Nifas tidak menjadi standar iddah.
3. Ila’. Nifas tidak termasuk hitungan dalam
sumpah ila’.[43]
4. Nifas dapat memutus berturut-turutnya
puasa kaffarat menurut salah satu dari dua
pendapat.
Selain empat hal ini, antara haid dan nifas sama dalam segala aspek hukum.[44]

F. Mandi Wiladah
Sebagaimana dijelaskan di muka bahwa dalam keadaan haid atau nifas dilarang mandi hadas, ataupun wudlu.
Bukankah wanita yang melahirkan wajib mandi wiladah?
Mandi wiladah tidak boleh dilaksanakan dalam keadaan nifas. Mandi wiladah dilaksanakan bersamaan dengan mandi nifasnya. Niatnya
boleh pilih antara:
▪ Niat menghilangkan hadas besar atau
▪ Niat menghilangkan hadasnya wiladah,
atau
▪ Niat menghilangkan hadasnya nifas.
Ini sama dengan wanita yang saat hamil
“kumpul” dengan suami. Belum sempat
mandi, ia haid hingga melahirkan lalu nifas.
Maka kelak cukup mandi sekali dengan niat
“mandi menghilangkan hadas besar”.

TENTANG SHALATNYA
A. Hukumnya
Wanita yang sedang haid atau nifas tidak
berkewajiban shalat dan makruh
mengqadha’nya.

B. Datangnya Penghalang
Seseorang yang kedatangan halangan (haid
misalnya) setelah masuk waktu shalat, maka
dilihat. Jika antara masuknya waktu shalat ter-
sebut hingga datangnya penghalang masih
cukup untuk melakukan shalat yang seringan
mungkin.[45]
Sementara dia belum melaksanakan shalat tersebut, maka ia wajib mengqadha’ shalat yang difardlukan pada waktu itu. Akan tetapi bila tidak cukup untuk shalat yang seringan mungkin, ia tidak wajib mengqadha’ shalat.
Misalnya, seorang wanita yang begitu masuk
waktu dhuhur langsung shalat. Dan ia memanjangkan shalatnya. Ternyata pada saat
tasyahud akhir (sebelum salam) ia mengalami
pendarahan haid. Maka jika sudah suci, wajib
mengqadha’ shalat dhuhur tersebut. Sebab
seandainya shalat tersebut dilaksanakannya
dengan hanya mengerjakan rukun-rukunnya
saja, niscaya ia dapat menyelesaikan
shalatnya.

C. Berakhirnya Penghalang.
Seseorang yang penghalangnya berakhir di
pertengahan waktu shalat. Jika masih ada sisa
waktu yang cukup untuk takbiratul ihram,
maka wajib mengerjakan shalat pada waktu
itu saja. Misalnya saat matahari terbit kurang
5 detik. Maka wajib mengerjakan shalat
shubuh.
Namun bila shalat sebelumnya bisa dijama`,
maka shalat sebelumnya juga wajib di-
kerjakan. Misalnya jika suci saat asar maka
disamping wajib shalat asar, dhuhurnya juga
wajib diqadha sebab dhuhur bisa dijama
dengan asar. Demikian pula jika suci waktu
isya, maka maghribnya juga wajib diqadha.
Bila setelah hilangnya halangan datang
halangan lain dalam waktu yang tidak cukup
untuk wudhu dan shalat tersebut, maka tidak
wajib mengerjakan shalat tersebut. Misalnya
orang yang nifasnya berhenti persis hari ke 60
saat dhuhur. Lalu 3 menit berikutnya keluar
darah haid. Dalam waktu 3 menit tentu tidak
cukup untuk wudhu dan shalat dhuhur. Maka
shalat dhuhur tersebut tidak wajib dikerjakan.

D. Tanya Jawab
Soal: Bagaimana cara mengqadha shalat?
Apakah waktunya harus sama, Misalnya
dhuhur apakah harus diqadha saat dhuhur?
Jawab : Mengqadha shalat tidak harus
bersesuaian antara shalat dan waktunya. Jadi
qadha shalat dhuhur boleh dikerjakan kapan
saja tanpa menunggu dhuhur.
Bahkan jika shalat tersebut ditinggalkan bukan
karena udzur maka wajib segera dikerjakan. 

Post a Comment for "Perbedaan antara haid dan nifas"