Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

LARANGAN MENYEBARKAN RAHASIA DALAM KELUARGA

۞ Larangan menyebarkan rahasia suami istri ۞
Selanjutnya Syekh penazham menuturkan dalam nazham nya:
القولُ فى بعضِ مِنَ المسَاءل # مُهَذِّبُ المعنٰى لكلّ ساءلٍ
"Keterangan mendatang adalah tentang masalah memperjelas maknanya, bagi orang yang menanyakannya."
Maksudnya, adalah masalah-masalah yang bertalian dengan nikah, adab menggauli istri dan lain-lain.
ونَشْرُ سِرِّ زوجةٍ للغيرِ # يُمنَعُ صاح هَاكَهُ وَلْتَدْر
"Menyiarkan rahasia istri kepada orang lain itu terlarang, wahai kawan, jauhilah sedapat mungkin."
Syekh pe nazham menjelaskan, bahwa suami-istri tidak boleh menyebarkan rahasia pasangannya kepada orang lain. Sebab menyimpan rahasia itu adalah amanat yang wajib dijaga. Juga jika rahasia itu merupakan cela yang wajib ditutupi. Disamping itu, karena ada keterangan hadits, bahwa menyiarkan rahasia itu diancam dengan ancaman yang sangat berat. Didalam kitab Madkhal diterangkan, bahwa ketika seorang suami hendak berkumpul dengan istrinya, sementara diantara keduanya ada rahasia, maka sebaiknya suami (istri) tidak perlu membuka rahasia itu.
Pengarang kitab An-Nashihah juga mengatakan, bahwa seorang suami tidak boleh membuka-buka (menceritakan) tentang istrinya (menyampaikan omongan istrinya) kepada orang lain. Karena hal itu merupakan sebagian dari perbuatan orang-orang bodoh. Cukuplah kiranya perbuatan seperti itu dikatakan sangat tidak pada tempatnya.
۞ Kewajiban Suami Mendidik Istri ۞
Kewajiban Suami atas Pendidikan Istri Syekh penazham menerangkan dalam nazham nya:
ولْتَأمُرَ صَاح بالصّلاةِ # عِلْمِ الدِّينِ وغُسْلِ الذّاتِ
"Perintahkanlah istrimu menjalankan shalat, wahai kawan, serta belajar ilmu agama dan mandi yang diwajibkan."
Didalam kitab Madkhal dijelaskan, bahwa seseorang wajib mengajari budak-budaknya tentang shalat, membaca Al-Quran dan hal-hal yang dibutuhkan oleh mereka dalam masalah-masalah agama. Kewajiban tersebut juga harus dijalankan terhadap anak dan istrinya, karena diantara mereka tidak ada perbedaan, dimana mereka sama-sama berada dalam kekuasaan dan tanggung jawabnya. Dalam kitab An-Nashihah juga disebutkan, bahwa suami wajib memerintahkan istrinya untuk mengerjakan shalat. Disamping itu suami juga wajib mengajarkan kewajiban-kewajiban agama yang lainnya, seperti hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah haid dan mandi. Sebab Allah Swt. memerintahkan seseorang agar dapat menjaga istrinya dari panasnya api neraka melalui firman-Nya, yang artinya:
يا أيَّهاالذِّين أٰمنَوا قُوا أنْفَسَكم ناراً
"Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka." (Qs. At-Tahrim: 6)
Didalam kitab Al-Waghlisiyyah Syekh Ibnu Arabi mengatakan, bahwa ruang wajib mengajari dan memperbolehkan istrinya mempelajari ilmu-ilmu agama, bahkan harus mendorong dan memerintahkannya. Kalau tidak, dan istrinya tidak mau belajar, maka keduanya berdosa. Jika istri mau mencari ilmu akan tetapi suaminya melarangnya, maka suaminya berdosa. Sungguh sangat mengherankan jika ada seorang suami marah-marah kepada istrinya karena sang istri menghilangkan uang serupiah, akan tetapi dia tidak marah jika istrinya menyia-nyiakan agama.
Dengan kata lain, istri dibiarkan bodoh tentang masalah-masalah agama yang berkaitan dengan dirinya sendiri. Didalam kitab Ihya' pada bab Nikah, Al-Imam Al-Ghazali mengatakan, bahwa seseorang yang pertama kali menggantungkan diri kepada suami ialah istri dan anak-anaknya. Mereka menghadap ke haribaan Allah Swt. seraya berkata, "Ya Tuhan kami, kami mohon sudilah Engkau mengambil hak kami dan laki-laki ini (suami atau ayah), karena orang ini tidak memberi pelajaran kepada kami tentang hal-hal yang tidak kami ketahui, dan makanan yang diberikan kepada kami adalah makanan haram (riba), sementara kami tidak tau." Maka Allah Swt. menghukum laki-laki tersebut berdasarkan pengaduan itu.
Nabi Saw. bersabda:
لا يَلْقَي اللهَ أحدٌ بذنبٍ أعظمُ مِن جهالةٍ أهلِهِ
"Tiada seorangpun dihadapan Allah Swt. yang membawa dosa lebih besar dari pada kebodohan tentang keadaan keluarganya."
Syeh Abu Ali bin Hajwah, mengatakan dalam Syarah Nazham yang ber bahar Rajaz, karangan Syekh Imam Mubthi yang artinya, "Kewajiban yang diperintahkan Allah Swt. bagi setiap orang untuk mendidik, membina, dan membimbing orang lain ialah memerintahkan mengerjakan kebaikan dan melarang kemungkaran kepada istri, anak, dan masyarakat secara umum. Barang siapa yang istri dan hamba sahaya serta anak- anaknya tidak mengerjakan shalat, lalu ia biarkan, maka pada hari kiamat dia akan digiring bersama orang-orang yang meninggalkan shalat, walaupun dia termasuk ahli shalat."
Banyak orang yang memukul istri, hamba-hamba, dan anak-anaknya karena mereka teledor dalam urusan dunia. Tetapi dia tidak memukul mereka jika mereka teledor dalam urusan agama mereka. Dihadapan Allah Swt. orang tersebut sama sekali tidak mempunyai alasan (ketika Allah menanyakan tentang keluarganya), kecuali dia akan berkata, "Mereka sudah aku perintah, namun mereka tidak mau mendengarkan (tidak mau taat)." Diriwatkan dari Nabi Saw. beliau bersabda:
"Barang siapa yang diserahi Allah Swt. untuk memelihara suatu urusan bagi rakyat, kemudian dia tidak memberi kemurahan kepada mereka dengan jalan memberi nasihat, maka dia tidak akan mencium (harumnya) bau surga."
۞ Etika Pergaulan Suami-Istri ۞
An-Nashihah menjelaskan bahwa suami harus mendidik istrinya tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah perkawinan dan aturan rumah tangga. Hal yang berhubungan dengan perkawinan ini tidak sedikit. Banyak hadits Nabi Saw. yang memberikan penjelasan dan ancaman berkaitan dengan soal perkawinan.
Al-Imam Al-Ghazali didalam kitab Ihya' menuturkan bahwa kata-kata yang indah dalam urusan hak suami atas istri adalah nikah itu merupakan bagian dari perbudakan. dengan demikian istri wajib taat kepada suami selama bukan merupakan maksiat kepada Allah Swt. Sebagian ulama menjelaskan tentang ADAB seorang istri antara lain:
Istri WAJIB selalu berada di rumah dan berusaha membuat kesibukan seperti menjahit atau semisalnya. Tidak perlu keatap rumah untuk melihat yang terjadi diluar rumah.
Tidak baik banyak bicara bersama tetangga.
Tidak main ke rumah tetangga, kecuali kalau ada keperluan.
Menjaga perintah suaminya, baik ketika suaminya berada di rumah maupundalam perjalanan.
Senantiasa membuat senang suami dalam segala HAL-nya.
Tidak berdusta, baik dalam urusan pribadi maupun masalah harta suami.
Tidak keluar rumah apabila tidak mendapat izin dari suaminya. Jika ia keluar rumah dengan izin suami, itupun sebaiknya ia lakukan dengan menyamar, memakai pakaian jelek, mencari jalan yang sepi, tidak lewat jalan umum atau pasar.
Menjaga diri agar yg lain tidak mendengar suara atau mengetahui kulit tubuhnya.
Jangan menampakan diri terhadap teman suaminya.
Selalu memperindah diri dan sikapnya, menciptakan suasana yg sejuk dan damai dalam rumah tangga, sebagai destinasi dari shalat dan puasanya.
Menerima apa yang diberikan suaminya sebagai rizki yang dianugerahkan Allah Swt. kepadanya.
Selalu mendahulukan hak suami yang harus ia dilaksanakan dari semua keluarganya.
Senantiasa tersenyum, sopan, rapi, dan mempersiapkan diri untuk kebahagiaan suaminya
Sayang terhadap anak-anak, menyimpan rahasia mereka, tidak berbicara kejelekan dan marah kepada mereka.
Bersendagurau dengan suami dgn saling mencintai dan mengasihi .
Tata Krama Suami Sebagai Berikut:
Menunjukkan budi pekerti yang baik, sabar dgn kata-kata istrinya yang jelek, serta bersikap tenang ketika istri sedang marah-marah.
Tidak mengajak istri bersenda gurau dengan perkataan yang kasar.
Selalu cemburu terhadap istri (dgncemburu yang tidak melampaui batas.
Mencegah istri tidak keluar rumah. Apabila terpaksa harus keluar rumah, maka sebaiknya suami memberikan syarat-syarat tertentu. Misalnya, hanya boleh keluar pagi atau sore, harus mengenakan pakaian yang kasar, memanjangkan pakaian satu jengkal ' dibagian belakang, tidak menggunakan parfum, dan tidak boleh membuka anggota tubuhnya.
Senantiasa menutupi rahasia istrinya, misalnya, kepada saudara laki-laki suami, paman, dan sebagainya
Hendaknya suami mendidik tentang ilmu al quran dan seluruh amalan yang wajib, hukum-hukum yang berhubungan dengan masalah haid, nifas, dan yg lainnya.
Jika memiliki istri lebih dari satu, seharusnya berlaku adil kepada mereka, tidak mengistimewakan yang satu, sampai yang lainnya tidak di perhatikan.
Selalu mewasiat istri tentang adab, budi pekerti, serta ahlak yang terpuji.
Suami boleh mendiamkan istri, atau bahkan memukulnya apabila istri mengingkari perintahnya, jika yang demikian bermanfaat.
Untuk masalah rumah tangga, seperti memasak, membersihkan rumah dan sebagainya, seharusnya dikerjakan oleh seorang istri. Sesungguhnya jika manusia tidak memiliki syahwat untuk bersenggama, maka manusia tidak betah hidup didalam rumahnya dengan mengurus segala kebutuhan tanpa bantuan istri, karena tidak bisa meluangkan waktunya untuk belajar ilmu dan beramal sholeh. Dengan demikian istri yang shalehah mampu mengurus rumah tangga dgn baik, dan membantu suami dalam melaksanakan perintah agama.
Selanjutnya Syekh pe nazham menuturkan dalam nazham nya:
وَطِبْ بما أنفَقْتَ نفساً يافتى # واعْدِلْ بِما تَملِكُ صاحِ ثبتاً
"Berbuat baiklah dengan nafkah-mu kepada istri, wahai pemuda, dan berbuat adillah dengan apa yang kamu miliki."
Di nukil dalam kitab Shahih Bukhari ada hadits yang diriwayatkan oleh Sa'ad bin Abu Waqqas ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda :
"Sesungguhnya kamu tidak mengeluarkan belanja (nafkah), yang dengan nafkah itu kamu menggarap ridha Allah Swt. kecuali kamu mendapat pahala dari Allah Swt. bahkan sampai pada apa yang kamu masukkan ke mulut istrimu"
Telah banyak diterangkan tentang hadits-hadits yang menunjukkan keutamaan memberi nafkah dari harta yang halal. Pengaran kitab An-Nasihah berkata: "Barang siapa memiliki istri lebih dari satu, maka wajib berbuat adil terhadap istri-istrinya, kecuali dalam hal yang suami tidak bisa lakukan. Misalnya, adil dalam percintaan, bergaul besama, memandang, senda gurau dan seumpamanya."
Didalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. secara marfu' diterangkan,:
مَنْ كانَ عِنْدَهُ امرَأَتَانِ فَلَمْ يَعْدِلُ بَيْنَهُما جـَاءَ يَوْمَ القِيَامةِ وَشَقُّهُ سَاقِطٌ وفي روايةٍ ماءِلٌ
"Barang siapa mempunyai istri dua dan dia berlaku tidak adil diantara keduanya, maka dia akan datang pada hari kiamat dengan pecah tubuhnya dan jatuh. Riwayat lain mengatakan: Pecah dan bungkuk tubuhnya."
Termasuk kewajiban suami adalah berlaku adil dalam masalah wajib yg ia berikan kepada istri-istrinya seperti nafkah Tu yg berhubungan dgn nafkah. Diluar kewajiban suami, maka suami boleh memberi istri- istrinya sesuai keinginannya. Terserah, ia boleh memberikan makanan yang lezat- lezat atau parfum kepada salah satu istrinya, sementara istri yang lain tidak diberi apa-apa.
Imam Malik berkata: "Suami boleh memberi kain sutera atau perhiasan emas kepada salah seorang istrinya dan tidak memberikannya kepada istri yang lain, selama dia tidak condong terhadap salah satunya. Demikian pula diperbolehkan, jika salah satunya lebih dikasihi. Hanya saja saya (Imam Malik ra.) berharap suami tidak pilih kasih."
۞ Kewajiban Orang Tua atas Pendidikan Anak ۞
Orang tua yang mendidik anak sejak kecilnya, maka dia akan tentram dan bahagia dihari tuanya. Dan Orang tua mendidik anaknya, maka sama halnya dia memotong hidung musuhnya.
Dalam perkara mendidik anak, orang tua seharusnya senantiasa menjaga anak- anaknya sejak mereka lahir. Karena anak adalah amanah Allah kepada orang tua. Jadi jangan sampai dididik oleh orang sembarangan, kecuali oleh wanita yang baik dan berpendidikan. Sebab air susu yang tercipta dari harta yang haram itu tidak ada berkahnya. Seharusnya setiap orang melakukannya dengan hati-hati dan perlahan-lahan serta dibarengi dgn rasa kasih sayang terhadap anak. Karena sesungguhnya bersikap berlebihan dan kasar terhadap anak kadang mendatangkan kebencian seorang anak terhadap orang tua. Sebagian mengatakan bahwa barang siapa mendidik anak sejak kecilnya, maka akan tentram dan senang dihari tuanya. Dan barang siapa mengajari anaknya, maka sama halnya dia memotong hidung musuhnya.
Adapun dalam mengajarkan anak-anak, maka kedua orang tua seharusnya mengajarkan rasa malu, menerima pemberian, adab makan dan minum, serta memakaikan pakaian kepada mereka, mengajarkan mereka akidah-akidah yang wajib bagi islam, terlebih khusus mengajarkan arti kalimat LAA ILAAHA ILLALLAH . Tidak meludah atau membuang ingus didalam masjid dan dihadapan orang lain. Mengerjakan tentang cara duduk yang baik, tidak terlalu banyak bicara, dan bersumpah, tidak berdusta serta tidak berbicara kecuali perkataan dibenarkan islam.
Secara keseluruhan, setiap yang anjurkan menurut syara hendaknya diajarkan kepada anak, hingga tertanam dgn benar didalam hati mereka , seperti mengukir diatas batu. Dan setiap yang dilarang oleh agama atau adat kebiasaan, hendaknya orang tua mengajari anak2 untuk menjauhi hal-hal tersebut, sehingga mereka takut untuk mengerjakannya, seperti mereka takut terhadap ular, harimau, dan api.
Orang tua wajib mengajarkan anaknya agar menjauhi teman yang jelek budi pekertinya. Karena berteman dengan orang yang jelek budi pekertinya adalah permulaan dari kerusakan. Dalam hal ini tidak ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Sebab perempuan adalah saudara sepupu laki-laki dimata primary hukum.
۞ Hukum Talaq ۞
"Dalam keadaan ikhtiar dimakruhkan thalaq # Dan dalam keadaan diperlukan, maka percepatlah thalaq."
"Dan setelah thalaq, hendaklah menahan diri wahai sahabat dan apabila # ditanya tentang istrimu, maka jawablah bahwa thalaq masih ditangguhkan".
Syaikh penazham menjelaskan, bahwasanya di makruhkan thalaq dalam keadaan ikhtiar. Dan dipercepat thalaq ya'ni thalaq sunah apabila istri dlm keadaan suci dan suami blm menjima'nya itupun kalau memang thalaq itu diperlukan.
Akan tetapi perkara tsb adalah perkara yg paling dibenci Allah Ta'ala.
Sebagai mana Nabi Saw bersabda: "Perkara halal yg paling dibenci Allah Ta'ala adalah thalaq."
Dan thalaq dapat menenangkan jiwa bagi 2 orang yg saling membenci (suami istri) dan janji dari Allah Ta'ala bahwa mereka berdua akan mendapatkan kecukupan, sebagaimana firman Allah Ta'ala:
"Apabila mereka berdua berpisah, maka Allah akan memberi kecukupan pada mereka berdua."
Dan apabila suami menceraikan istrinya maka jgn sampai ia menyinggung perasaan istrinya jika ada yg bertanya tentang istrinya. Didalam kitab An_Nashihah dikatakan: "Janganlah suami menthalaq istrinya kecuali dalam keadaan darurat yg di dapati diistri, seperti akhlaknya yg jelek dan istri tidak mau melaksanakan kewajibannya. Ataupun sebaliknya, sang istri mendapati suami memiliki sifat2 seperti itu dan sudah tidak bisa di perbiki lagi.
jika suami telah menceraikan istrinya, maka janganlah ia menceritakan keburukan istrinya kepada orang lain, ketika orang lain menanyakan perihal istrinya. Maka yg demikian itu, suami tidak menceraikan istrinya ketika tidak didapati kemadhorotan dari masing2nya kepada yg lain.
Dan itulah yg dinamakan "Pengekangan dengan cara yg baik" dan tidak menceritakan keburukan istri setelah suami menceraikan itulah yg disebut dengan "Melepaskan istri dengan cara yg baik.
۞ Hukum Onani Dan Azl ۞
Cara (usaha) suami untuk mencapai orgasme dan mengalami ejakulasi dengan menggunakan tangan istrinya diperbolehkan. Sedangkan dengan menggunakan tangan sendiri, menurut para ulama besar, hukumnya haram, sebagaimana diterangkan dalam kitab An-Nashihah.
Imam Barzali bertanya kepada gurunya, Syekh Imam Gharibi. Kemudian Syekh Imam Gharibi membacakan syair yang berbahar kamil berikut ini:
ناكِحُ الكفِّ بخَسْفِ يُبْلٰى # يَأْتِى بهِ يوم القيامة حُبْلٰى
"Bersenang-senang memakai telapak tangan dengan menekan-nekan zakarnya itu berbahaya, ia akan datang pada hari kiamat dengan membawa telapak tangan yang hamil tua."
Pengarang kitab Asy-Syamil mengatakan, bahwa suami tidak boleh mencabut zakar dari vagina istri yang tergolong wanita merdeka tanpa izin darinya. Juga tidak boleh mencabut zakar dari vagina hamba sahaya, kecuali mendapat izin dari tuanya. Pendapat lain mengatakan, harus seizin hamba sahaya itu sendiri, dan berbeda dengan hamba sahaya laki-laki. Imam Malik berpendapat, bahwa mencabut zakar hukumnya makruh secara mutlak. Istri tidak diperbolehkan meminta suaminya untuk mencabut zakar dari vaginanya dan mengembalikannya terserah kepada suami.
Umar bin Abdul Wahab mengatakan, bahwa orang yang menyenggamai istrinya yang masih perawan sebaiknya tidak mencabut zakarnya, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang tolol. Bahkan hendaknya suami memasukkan air sperma kedalam rahim istrinya. Mungkin karena persenggamaan itu Allah Swt. akan mengaruniakan keturunan baginya yang akan dapat memberi pertolongan kepadanya. Atau mungkin juga persenggamaan itu merupakan persenggamaannya yang terakhir, karena siapapun tidak akan pernah tau kapan datangnya kematian. Selanjutnya Umar bin Abdul Wahhab juga berpendapat, bahwa mencabut zakar karena ada kemaslahatan misalnya karena istrinya sedang menyusui tidak apa-apa.
Adapun penggunaan sesuatu yang dapat mendinginkan rahim, agar rahim tidak dapat menerima sperma atau sperma akan rusak setelah berada didalam rahim adalah terlarang, sebagaimana yang telah diterangkan Syekh Ibnu Arabi, Ibnu Abdus Salam, dan Imam Al- Ghazali.
Syekh penazham mengingatkan tentang penggunaan sesuatu yang dapat mendinginkan rahim melalui nazham nya berikut ini:
وَجَنِّبِ الثِّقافَ والإفْسَادا # كلّ سِحْرٍ لا تَرُمْ فَسَادَا
"Jauhilah pekerjaan tsiqaf dan pengguguran kandungan, serta perbuatan sihir, janganlah berbuat kerusakan."
Yang jelas tsiqaf termasuk perbuatan sihir yang tidak diperbolehkan. Adapun waktu pengguguran yang terlarang itu adalah apabila sekiranya kandungan belum ada rohnya. Apabila sudah mempunyai ruh, maka pengguguran itu sama halnya dengan pembunuhan. Sedangkan penggunaan sesuatu semacam alat yang dapat merusak sperma, dan rahim masih masih seperti semula dimana rahim masih tetap kuat dan mampu menerima kandungan, hukumnya sama dengan azl (mencabut zakar).
Dari beberapa jawaban pertanyaan yang diajukan kepada Imam Abu Abbas Al- Wansyarisi terdapat ketetapan para ulama tentang larangan menggunakan alat yang dapat mendinginkan rahim atau mengeluarkan sperma dari dalam rahim. Larangan tersebut disepakati oleh para ulama Muhaqqiq dan nadzar , bahwa penggunaan peralatan tersebut hukumnya haram, dan tidak dapat dihalalkan dengan alasan apapun.
Kemudian Imam Abu Abbas berkata:
"Tidak ada seorang ulama pun yang sependapat dengan Imam Lakhami yang memperbolehkan mengeluarkan sperma dari dalam rahim sebelum masa empat puluh hari"
Imam Abu Abbas Al-Wansyarisi juga mengatakan, bahwa seorang ibu yang menggugurkan kandungannya wajib memerdekakan hamba dan diberi pelajaran serta pendidikan, agar perbuatan itu tidak diulanginya lagi, kecuali suami mencabut haknya untuk menuntut memerdekakan hamba setelah pengguguran.
(Selesai)
Semoga Bermanfaat
Mohon Koreksinya dari Hamba Dhoif.

Post a Comment for "LARANGAN MENYEBARKAN RAHASIA DALAM KELUARGA"